When Spoiled Runners Run #BajakJKT
Sabtu, 13 December 2014, sebagian Jakartans di bilangan Jakarta Pusat ngomel-ngomel dengan kemacetan yang ditimbulkan ribuan pelari #BajakJKT Nike yang memenuhi jalan. Unlike other events in Jakarta, #BajakJKT, benar-benar membajak kota Jakarta dengan berlari di Sabtu sore di keramaian jalan.
Setiap hari, pejalan kaki diganggu kenyamanannya oleh pengendara kendaraan bermotor. Mobil-mobil yang tidak pernah mau ngasih jalan untuk pejalan kaki yang mau menyeberang, bahkan jika menyeberangnya juga di lampu merah atau di zebra cross. Motor-motor yang seenaknya naik trotoar, dan gak tahu diri meng-klakson jika pejalan kaki nggak mau minggir. Definitely, pedestrian jauh dari kenyamanan.
Jadi ketika sekali ini jalan dibajak oleh pelari-pelari, pastinya nol besar untuk mengharapkan sedikit toleransi buat kemacetan yang terjadi. We, runners, do not yet expect to get people standing along our route to cheer us up running. Not yet, nggak di Indonesia. Tapi sedikit toleransi, boleh dong dikasih?
Tapi biarlah…. maaf untuk kemacetan yang terjadi.
..
..
..
Yang bikin gue gak habis pikir belakangan, justru ketika gue baca di social media, di blog, fellow runners yang ngomel-ngomel dengan pelaksanaan #BajakJKT ini.
Katanya….
“Jalan nggak bisa steril. Banyak kendaraan, malah menghirup udara polusi. Jalan sempit, terpaksa lari di trotoar….. dan pokoknya nggak bakalan ikutan tahun depan”
And I was like…. WHAT THE F***????? MANJA AMAT SIH???????
Begini kalau banyak newbies yang baru lari beberapa bulan aja, larinya di GBK doang, larinya di CFD doang…. ikutan event lari. A friend said, “Duh… 10K pace 7 aja, nyinyirnya minta ampun!”.
And I said,…
“Coba deh, weekdays lari pagi di jalan bareng dengan kendaraan yang tergesa-gesa menuju kantor. Coba deh, belajar lari di trotoar dengan mata tajam karena meleng sedikit bisa masuk lobang dan dengan telinga tajam karena bisa aja tiba-tiba ada motor menerobos. Coba deh, untuk menikmati jalan dan gak perlu manja karena jalan berlobang”.
Gue jadi ingat, once in a while, randomly, running apps Strava gue ngasih notification buat user untuk “awas ketika lari di jalan”. The reason kenapa gue berhenti mendengarkan musik ketika lari di keramaian jalan. Bising kendaraan adalah musik gue.
Jadi ketika gue sedikit [baca: sedikit!!!] ngerasa bersalah untuk kemacetan, gue juga sadar kalau “running etiquette” dan “running attitude” emang masih PR banget buat diajarkan di sini, mungkin 3 -5 tahun.
[ Kalau Organizer Ngatur Start Group, Stay In Your Group ]
Waktu daftar #BajaktJKT kemarin, gue ingat diminta untuk mengisi target finish gue untuk 10K ini. I filled in. Jadi ketika ngambil race pack dan gue dikasih gelang Pink, gue senang karena akhirnya ada pace grouping for start juga di event running di Indo.
Group Start diatur sedemikian rupa berdasarkan runners last pace or finishing target, supaya nggak ngganggu. Yang cepat di depan, yang larinya lebih lambat di belakang aja startnya, ngasih jalan buat yang mau kencang.
Gue ingat, sampai di lokasi start waktu itu, fellow runner Novi nunggu start di group belakang, sadar nggak punya gelang karena waktu daftar lupa ngisi target finish time. Gue maju ke depan bergabung di group gue. Sekeliling gue, warna pink gelang gue bercampur dengan warna-warna lain. Runners yang nggak pakai gelang juga banyak – runners yang berisik menunggu start, sibuk selfie, dan sibuk ngajak temen-temennya yang gak pake gelang atau warna beda buat gabung aja.
Emang sih, gue lihat nggak ada marshal yang ketat menjaga supaya pace group-nya nggak kacau. Tapi, apa iya perlu nunggu marshal baru bisa ngatur diri sendiri???
[ Kalau Lari, Jangan Sibuk Selfie !!! ]
I definitely will never want to join an event if there’s selfie contest. Lari sambil selfie itu ngganggu!!! Karena yang selfia, biasanya nggak minggir, tapi sibuk selfie di tengah jalan. Sekali lagi: ngganggu!!! Lari aja, kenapa? Ntar foto-foto kalo udah finish. Atau suruh aja satu temen yang gak ikutan lari buat nunggu di jalan dengan kamera – kalo perlu sewa wedding photographer deh!!!!!! [PS. Itu featured image di atas, courtesy fellow runner Onidna.me yang gak ikutan event, dan bela-belain jadi photographer jalanan. Thanks ya….]
[ Banyak Jalan Sebenarnya Gpp, tapi Minggir!!! ]
Again, the reason kenapa pace group nggak ketika start itu harusnya diatur oleh organizer, supaya yang larinya kentjang gak terhambat sama yang pace-nya lebih pelan. Apalagi sama yang jalan kaki…… the problem is, gue sering kali harus tereak-tereak ketika lagi “minggir! minggir!!!” setiap kali lari dihalangi gerombolan runner yang jalan kaki. Dan ciri-ciri mereka: jalan kaki sambil ngobrol, berjejer sambil ngobrol menuhin jalan, nggak mau minggir.
Minta ditampar!
[ Be Prepared for Worst Case Scenario ]
If I run in somewhere I will run for first time, what I do first is to get information about the area, surrounding, traffic, …. kalau perlu coba aja napak tilas dulu, jika waktu memungkinkan. Kalau khawatir water station kurang, bawa water bottle sendiri, kalau perlu bawa duit secukupnya buat beli minum pinggir jalan kalau ada.
As for #BajakJKT, ketika jadwal larinya adalah Sabtu sore di bilangan Gambir – Senen, emang gak punya persiapan tentang gimana kondisi lari dan kondisi jalan nantinya? Lari di Lapangan Banteng, ke Harmoni, ke Gambir, ke Senen…. masa gak punya bayangan? Dan ketimbang nyinyirun karena harus lari di trotoar, kenapa nggak enjoy aja sih? Bukannya running is about experience?
[ Jangan Nyampah! ]
Water station emang penting. Tapi sama pentingnya dengan membuang plastic cup yang udah disediakan panitia di sekeliling water station. Di kiri kanan selalu ada, bahkan bukan cuma tong sampah, tapi petugas-petugas dengan kantong plastik hitam besar sedia menampung sampah anda.
Yang gue lihat, banyak yang nggak mikir, tetap aja buang plastic cup-nya di jalan. Lagaknya udah kayak yang takut terlambat finish kalau nyempatin untuk sedikit melambat buat buang sampah, padahal lari pace 7 aja!
Jijik, gue!
[ Jangan Menggerombol di Area Finish ]
…
…
…